Wednesday, November 30, 2011

Hancur

awan…
apa kau tahu?
aku di sini sedang menanti
sebuah jendela yang mungkin akan terbuka
bersama hantaman angin
awan….
maukah kau tahu?
sejenak ku tak tahu
dan terus terpaku dalam ragu
sampai aku benar-benar sadar
dihantam angin
sakit…
tanpa terasa ku mulai menggigit bibirku sendiri
aku kecewa!!!
angin memang berhasil membuka jendela hatinya
tapi tak semudah itu
tak semudah itu untuk menerima
hembusan lembut yang angin berikan untuknya terlalu dingin katanya
apa kau pernah merasa awan??
hancur untuk meredam
tangis untuk tertawa
terlalu berat…
terlalu tragis…
dan aku hanya menangis bersama awan………

Dimanakah Cinta?

Di manakah cinta?
Apabila cinta bermain akrobat di belakangku…
Bila cinta bersembunyi di balik selimut palsu
Bila wajahnya pun bersembunyi di balik topeng
Sehingga belaian hanyalah sebuah bayangan semu
Di manakah cinta?
Bila bibir seperti sayat belati…
Bila mata seperti api menjalar..
Bila langkah menjadi terseret-seret
Sehingga terhempas debu dan angin kencang
Di manakah cinta?
Bila cinta memuntahkan kata-katanya tepat di depan bibir…
Bila cinta memaki aku dipinggir ketidaktahuanku…
Menusuk jantungku dengan sakratisnya…
Sehingga jantung ini merintih sibuk mengais-ngais darah…
Di manakah cinta?
Bila kemunafikan dibalik segalanya…
Bila kebohongan bermain dengan bebasnya…
Bila kepalsuan menjadi sahabatnya…
Sehingga merobohkan setiap sudut hati…
Di manakah cinta?
Bila semuanya menjadi salah…
Bila tangisan menggema dalam setiap langkah…
Bila jeritan hati diacuhkan..
Sehingga semua terkalahkan oleh kepalsuan semata…
Di manakah cinta?
Apabila sang cinta menjilat sendiri kata-katanya…
Kemudian dimuntahkannya kata-kata itu tepat di wajahku…
Meninggalkan jejak kotor di sela-sela tangisku…
Sukses dia mempora-porandai aku yang haus akan kasih sayangnya…
Lalu…
Setelah semua itu terjadi…
Aku masih bertanya-tanya…
Di manakah cinta?
Bila kejujuran digusur oleh kebohongan…
Bila senyuman diganti oleh tangisan…
Dan bila pertanyaan dibunuh oleh pernyataan…
Di manakah cinta?

Waktu

waktu membawaku berlari begitu cepat
menarik erat tubuhku,
memaksaku untuk tetap menatap ke depan
masa lalu,
ingin aku menolehnya sebentar saja
sekedar untuk menghilangkan dahaga kerinduanku
akan masa-masa indah
saat aku masih memiliki cinta
saat ini sepertinya aku mati
rasaku hilang entah kemana
duka. .
bahagia. .
apapun namanya, semua bagiku sama
tak ada lagi indah yang dulu selalu membuatku tersenyum
ingin aku mengembalikan semuanya
jika aku mampu,
aku ingin kembali ke masa itu
di mana ada senyum dan tawa
yang menghiasi hari-hariku
dua puluh satu tahun lebih aku menghirup nafas gratis
menikmati apa-apa yang diberikan-Nya padaku
segala kenikmatan yang tak mungkin untuk didustakan
itulah nikmat Tuhan
Saat ini aku ingin rasaku kembali
agar aku merasa hidup lagi
aku ingin hatiku utuh lagi

Surat Untukmu

Dalam sepi kucoba renungi
Makna segala perkataanmu
Kucoba ‘tuk ambil hikmahnya
Kucoba tersenyum pada nasib
Kau ingkari hatimu
Demi ‘tuk raih sebuah harapan
Dalam kecewa kukagumi dirimu
Bulan pun sembunyi malam ini
Pengorbanan seorang perawan
Yang dulu pernah bersinar
Biarkan mereka menyerang
Biarkan mereka hancurkan
Izinkan pena ini menari
Untuk goreskan kata-kata cinta
Dalam lembaran hatimu
Hati yang pernah jadi miliku
Semua logika akan memudar
Ketika sang waktu mulai berpacu
Tertawalah bersamaku malam ini
Kita bangkitkan masa lalu yang hampir mati
Masihkah kau menagih janji
Kepada mimpi yang tak pasti
Masihkah kau menangis tersedu
Saat sepi menemanimu
Kesederhanaan sang perawan
Tinggal kenangan dalam kisah
Indahmu ‘kan kusimpan
Sampai akhir nafasku… Cinta

Satu Nafas Terakhir

Jika semua ini memang harus terjadi
Terjadilah….
Aku bukanlah siapa-siapa dan aku bukanlah segalanya
Kehidupan ini bagiku hanyalah kesia-siaan
Biarkan aku pergi…
Biarkan aku meninggalkan penderitaanku
Aku hanya ingin beristirahat
dan mencari secercah ketenangan
Mungkin langkahku harus terhenti sampai di sini
Karena ku tak tau kemana lagi harus melangkah
Duniaku begitu gelap, tiada terang yang menyinari
Selamat tinggal kehidupanku
Selamat tinggal cintaku
Selamat tinggal harapanku
Selamat tinggal jiwaku
Aku pergi…
‘Maafkan aku Tuhan…’

Tuesday, November 29, 2011

dari Mango untuk Lunna

Matahari mengeluarkan cahayanya yang paling indah di sore hari, saat menjelang malam, saat bulan bersiap naik ke takhta dan menguasai langit.
Cahaya oranye, merah, dan keemasan disambut indahnya langit biru yang terpantul dari laut dan samudra.
Supaya esok, langit tetap ingat pada mataharinya yang memesona.
Aku pun akan memberikan yang terbaik yang bsia kuberikan padamu, agar kau terus teringat padaku, pada esok, setiap hari yang kau lalui.
Dan kuharap, seperti langit.
Kau bisa menyambut pesonaku, meski itu yang terakhir

Siapakah Aku?

kegelapan menatap lembut hari-hariku
kehampaan menyapa hidupku dengan hangat
kekosongan mengisi setiap lembar dalam hariku
siapakah aku dalam kepasrahan ini?

berjalan kulepas dengan tetesan air mata
bebas, tanpa arah, ku memberontak
siapakah aku dalam keputus asaan ini?
aku yang kehilangan separuh jiwaku

kucari, kutemukan, namun kulepas
kediamanku membodohi dalam ketidakpercayaan
demi sesaat, kulepas mereka yang abadi
siapakah aku dalam kebisuan ini?

Tuhan...
saat ku yang tanpa arti
kembali ku bersujud dan memohon
tetap kusyukuri yang ada
tapi kuharap semua kehendak-Mu adanya kehendakku
menopangku kembali seperti kehampaan ini datang
dan ku kan menjawab yang berarti
kali kedua ku bertanya
siapakah aku?


-Lunna Vania-



[Life - Silvia Arnie]

dari Luna untuk Ginna

Untuk sahabat
Lupakah aku mengucapkan 'maaf'?
Atau sekedar 'terima kasih'?
Untuk yang berarti dalam hidupku
Walau tak cukup banyak cerita untuk dikisahkan
Tapi terlalu banyak permohonan tuk didoakan
Dan mimpi-mimpi tuk diwujudkan
Walau terbentang segala yang merintangi
Kau dan aku, kita tetap satu

Untuk sahabat
Bila wujudku tak lagi nyata
Dan napasku tak lagi bersamamu
Bila jasadku yang utuh telah melebur
Dan ragaku telah hancur
Bila waktuku terbatas sampai detik ini
Dan ruangku tak sama denganmu
Ingatlah aku, sahabat
Kau dan aku, kita tetap satu
Karena dengan itu
Kan kau lanjutkan hidupmu

-Lunna Vania-

[Life - SIlvia Arnie]





















Sunday, November 27, 2011

Setap Detik dalam Hidupku

Setiap detik dalam hidupku diwarnai pengkhianatan
Terlalu kejam tuk jadi kenyataan
Terlalu buruk tuk jadi mimpi buruk
Dan tangis pun tak sanggup menggambarkan apa pu

Lagu-lagu mengalunkan nada empati
Seolah tau perasaan apa ini
Seandainya semudah itu menerima kenyataan
Seandainya ia tak merampas seluruh napasku
Seandainya ia menyisakan sedikit untukku
Agar setidaknya ku bisa berdiri lagi

Benar kiasan menyayat hati
teriris tipis dan tertusuk tombak dalam-dalam
Bilamana darah yang tak terhent
Mengucur dari irisan nadiku
Seperti itulah sakit yang abadi

Napasku direnggutnya
Nyawaku dicurinya
Ia mengambil semuanya
Setiap detik dalam hidupku


-Silvia Arnie-

Saturday, November 26, 2011

Heart to Heart

Kita ibarat dua tetes air
Yang bertemu ditengah laut kehidupan
Kadang hujan nyaris memisahkan kita
Tapi pada cinta kita berpegang

Namun kini…
Angin yang lembut telah datang membawaku

Kuberikan mataku
Agar kau dapat melihat bagaimana cinta menjagamu
Sampai nanti kita bertemu lagi
Sebagai dua bintang di angkasa

Tuesday, November 8, 2011

Gadis Kecil di Bawah Hujan

Siang itu hujan deras, aku hanya bisa diam dan menatap hujan dari balik jendela bersama temanku sambil menunggunya reda. Hujan terus berlanjut hingga sore dan membuat aku tidak bisa kembali ke rumah. Tidak lama dari itupun, akhirnya hujan sedikit mereda dan hanya gerimis yang tersisa. Karena gerimis tidak kunjung hilang akhirnya aku pun bernekat untuk menerjang gerimis tanpa jaket.
            Saat diperjalanan pulang, aku melihat gadis kecil yang sedang berdiri di pinggir jalan. Mukanya terlihat sedih dan ia makin menundukkan kepalanya saat sadar bahwa aku memperhatikannya. Aku sedikit menghampirinya, dia seperti sedang menangis dan ternyata dia memang menangis ditengah rintik gerimis yang semakin lebat itu. Aku menghampiri dan memegang pundaknya, tubuhnya bergetar merinding, mungkin dia kedinginan.
            Aku tetap berdiri menemaninya, gerimis sedikit demi sedikit menghilang, matahari sudah sedikit tampak. Aku bertanya mengapa ia tidak kunjung pulang, dan gadis kecil itu hanya menggeleng dan tersenyum. Karena sudah sangat sore dengan matahari dibalik awan yang membuat langit berwarna oranye, aku meninggalkannya sendirian.
            Saat aku sudah berada sedikit jauh dari tempat gadis tersebut, terdengar suara decitan ban mobil yang sangat mengganggu telinga. Orang-orang disekitar langsung berlari ke arah suara, aku pun berbalik badan karena penasaran, karena tertutup banyak orang yang menghalangi aku pun lari menuju ke tempat orang-orang berkumpul. Aku sangat terkejut ketika melihat seseorang yang tergeletak pernuh darah dijalan, dan orang itu adalah gadis yang baru saja aku tinggalkan beberapa menit lalu. Ditangannya terdapat kertas berwarna biru langit yang sudah lecak. Aku menghampirinya dan mengambil kertas tersebut dan membukanya yang ternyata isinya adalah sebagian kutipan dari buku harian.
            “Mungkin ini hari terakhirku untuk melihat matahari, awan, hujan, dan dunia. Aku lelah dengan semuanya. Kemana mereka pergi? Dengan seenaknya meninggalkan kami anak-anaknya. Semoga aku pergi dan berhenti melihat dunia, hari ini. Sabtu, 6 Juni 2009; 12.21”